spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

PSU Mahulu: Gugatan ke MK, Peran Bawaslu, dan Pelajaran dari Barito Utara

MAHULU – Pasangan calon nomor urut 2, Novita Bulan – Artya Fathra, resmi mengajukan gugatan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Mahakam Ulu ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2 Juni 2025.

Permohonan teregister dalam sistem e-AP3 MK dengan nomor 16/PAN.MK/e-AP3/06/2025, sebagai respons terhadap penetapan pasangan Angela Idang Belawan – Suhuk sebagai peraih suara terbanyak dengan 10.033 suara (48,27 persen).

Langkah ini sah dan dijamin konstitusi. Dalam demokrasi, setiap keberatan harus disalurkan melalui jalur hukum. Maka mari kita tegaskan bersama: serahkan pada mekanisme konstitusional.

Hasil PSU telah ditetapkan oleh KPU Mahulu melalui rapat pleno 27 Mei 2025. Proses rekapitulasi berlangsung terbuka, dihadiri saksi, dan dipantau media serta masyarakat sipil.

Meski begitu, tidak adanya tanda tangan saksi dari paslon 02 dalam berita acara memang tidak membatalkan hasil secara hukum, tetapi membuka ruang bagi gugatan. Dan ruang itu kini sedang dimanfaatkan.

Di sisi lain, Bawaslu Mahulu saat ini masih menindaklanjuti 14 laporan dugaan pelanggaran, termasuk indikasi politik uang dan ketidaknetralan ASN.

Baca Juga:   Pemeriksaan Kesehatan Rutin, Satgas TMMD Kutai Barat Jaga Kondisi Fisik Anggota

Ketua Bawaslu, Saaludin, pada 31 Mei 2025 menyatakan bahwa satu laporan telah diteruskan ke aparat penegak hukum, sementara sisanya masih dalam tahap verifikasi formil dan materiil.

Publik berharap, penanganan ini dilakukan cepat, terbuka, dan tidak mengendap terlalu lama. Ketegasan lembaga pengawas menjadi kunci menjaga kepercayaan masyarakat.

Di ruang digital, respons masyarakat pun terbelah. Sebagian menyuarakan kejenuhan, seperti komentar: “Gugat terus sampai menang, nama juga usaha”, atau “PSU tolak PSU, sampai kapan ini selesai?”. Ada pula yang menyatakan: “Baru juga adem, ribut lagi.” Reaksi ini mencerminkan kelelahan publik terhadap konflik politik yang terus berulang.

Namun, tidak sedikit pula yang menyerukan sikap dewasa. Komentar seperti “Kalau memang ada bukti, buktikan di MK. Jangan gaduh di medsos,” menunjukkan bahwa masih ada harapan terhadap penyelesaian melalui forum yang sah dan berwibawa.

BELAJAR DARI BARITO UTARA
Sebagai pembanding, Barito Utara kini menghadapi konsekuensi besar akibat lemahnya pengawasan dan konflik yang tak kunjung selesai.

Setelah Mahkamah Konstitusi pada 14 Mei 2025 mendiskualifikasi dua paslon karena politik uang secara masif, KPU diwajibkan menggelar PSU ulang di seluruh TPS dalam waktu 90 hari.

Baca Juga:   Hujan Deras Guyur Long Pahangai, Polsek Imbau Warga Waspadai Kenaikan Debit Sungai Mahakam

Kini, dua paslon baru telah ditetapkan dan PSU dijadwalkan 6 Agustus 2025. Anggaran membengkak hingga Rp 40 miliar. Pengawasan diperketat oleh Bawaslu dan aparat keamanan. Ini adalah bentuk koreksi menyeluruh akibat kegagalan menjaga integritas sejak awal.

Pelajaran dari Barito Utara cukup menjadi pengingat: jangan sampai ketegangan politik berlarut hanya karena keengganan menerima hasil.

Di Mahulu, kita patut apresiasi, langkah yang diambil menyalurkan keberatan melalui jalur hukum, bukan agitasi. Inilah bentuk kedewasaan demokrasi yang layak dijaga dan diteladani.

Maka, sekali lagi: serahkan pada mekanisme konstitusional.
Biarkan Mahkamah Konstitusi menguji dalil dan bukti. Biarkan Bawaslu menyelesaikan pengawasan secara terbuka. Dan biarkan masyarakat Mahulu mendapatkan pemimpin yang sah—lahir dari proses demokrasi yang jujur, adil, dan utuh.

Mahulu tidak butuh kegaduhan. Mahulu butuh kepastian. Maka mari kawal bersama. Biarlah hukum bekerja, dan kita semua hormati hasilnya.

Agus Susanto, S.Hut., S.H., M.H.

BERITA POPULER