SAMARINDA – Pembayaran jasa pelayanan dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) kepada tenaga kesehatan (nakes) di rumah sakit umum daerah (RSUD) di Kalimantan Timur (Kaltim) sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi.
Ia mengatakan, setelah menggelar rapat minggu lalu bersama Dinas Kesehatan Kaltim, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kaltim, serta Direktur RSUD Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan dan Wakil RSUD AW Sjahranie Samarinda. Semua pembayaran TPP dan jasa pelayanan tenaga kesehatan sudah dibayarkan.
Jasa pelayanan juga sudah ada peningkatan dan sudah diatur melalui Pergub Nomor 44 tahun 2015 tentang Pelayanan Rumah Sakit. Jasa pelayanan diberikan kepada semua unsur kesehatan sesuai dengan Permenkes Nomor 17 tahun 2023 tentang Jasa Pelayanan Kesehatan.
Sampai Oktober 2023, terdapat perbaikan terkait besaran jasa pelayanan kesehatan termasuk di BLUD yang merujuk pada Pergub Nomor 44 tahun 2015. Namun, untuk RSUD Korpri belum diberikan jasa pelayanan, karena pendapatan rumah sakit yang kurang dari Rp 800 juta per tahun.
Sementara itu, jasa pelayanan RSUD AWS, diambil dari jasa rumah sakit sebesar maksimal 44 persen dan kemudian berubah menjadi pola paket sesuai dengan ketentuan BPJS Kesehatan sejak 2014 sampai dengan saat ini. Besaran jasa pelayanan berbeda antara tenaga kesehatan yang berdasarkan klasifikasi beban kerja sesuai dengan kebijakan rumah sakit berdasar ketentuan BPJS Kesehatan.
RSUD AWS memiliki sekitar 1.100 perawat dengan rata-rata pembayaran jasa pelayanan dengan nominal rata-rata Rp 3 juta sampai Rp 5 juta per bulan, per orang. Tenaga kesehatan memiliki beberapa sumber pemasukan, di antaranya adalah gaji, TPP PPPK (Rp 2,5 juta per Oktober 2023) dan jasa pelayanan.
“Kami berharap dengan masukan dan solusi terkait dengan pembayaran jasa pelayanan tenaga kesehatan dan hal-hal yang dianggap penting, dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Kaltim,” kata Reza.
Politisi Gerindra ini juga membeberkan sejumlah fakta yang mengemuka pasca-rapat. Salah satunya terkait Dinkes Kaltim yang memiliki program pemberian alat medis yang bersifat hibah dengan total anggaran per tahun sekitar Rp 10 miliar, yang dapat membantu RS di kabupaten/kota di Kaltim.
Selain itu, mereka juga menganggarkan program pembelian tablet penambah darah untuk mengatasi stunting, sementara untuk pembelian bahan makanan tidak dapat dilakukan karena belum adanya juknis dari Kementerian Kesehatan.
Terkait dengan usulan untuk membuat “Floating Hospital”, Dinkes Kaltim dan RSUD AWS menyatakan belum ada regulasi yang mengaturnya, terutama tenaga medis yang bekerja atau rumah sakit yang dimiliki oleh pemerintah, sehingga agak sulit untuk dilakukan. Kecuali “Floating Hospital” tersebut bagian dari program pengabdian pada bidang kesehatan dan bukan merupakan hal yang rutin.
“Komisi IV juga mendukung usulan untuk membuat ‘Floating Hospital’ yang dapat melayani masyarakat di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan darat, asalkan ada regulasi yang mengaturnya,” pungkasnya. (ADV/RP)
