JAKARTA — Kuasa hukum pasangan calon nomor urut 2, Novita Bulan–Artya Fathra Marthin, Heru Widodo, menyatakan optimisme bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengabulkan permohonan mereka dalam sengketa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Mahakam Ulu (Mahulu). Hal itu disampaikan Heru usai sidang pembuktian di Gedung MK pada Rabu (2/7/2025).
“Kami tadi sudah mengajukan ahli, Doktor Zainal Arifin Mochtar. Dari keterangan ahli ini, kami optimis tentang syarat calon wakil bupati yang melanggar Putusan 176,” ujar Heru.
Menurutnya, terdapat cukup waktu bagi KPU Mahakam Ulu untuk menindaklanjuti Putusan MK Nomor 176/PUU-XXI/2024 yang melarang anggota DPRD mundur tanpa penugasan negara untuk mencalonkan diri di pilkada. Heru menyebut keputusan itu terbit pada 21 Maret 2025, sedangkan penetapan pasangan calon dilakukan dua hari kemudian.
“Masih ada jeda waktu antara 21 dengan 23 bagi KPU untuk menyampaikan kepada partai politik pendukung untuk mengubah wakilnya yang bukan dari anggota DPRD, karena putusan 176 itu menyatakan dilarang untuk mencalonkan dalam pilkada kecuali karena ada penugasan,” jelasnya.
Selain persoalan status calon wakil bupati dari pihak terkait, Heru juga menyoroti temuan politik uang yang menurutnya terungkap secara terang dalam persidangan. Dua orang saksi, yakni Harun dan Marthen mengaku menerima uang Rp1 juta per orang dalam bentuk amplop dari pihak terkait. Pernyataan ini juga diperkuat oleh saksi Martinus Miing yang menjabat sebagai koordinator kampanye Paslon 02.
“Yang menarik adalah dengan terungkapnya adanya laporan politik uang yang sudah terbukti di Panwascam memenuhi syarat materiil dan syarat formil, tapi ketika diambil alih di Bawaslu Kabupaten menjadi mentah lagi. Sehingga ada penegakan hukum yang terbukti belum selesai,” tegas Heru.
Ia juga merujuk pada bukti foto kegiatan kampanye di Ladang Tower yang sempat dibantah saksi dari pihak terkait, namun dinilainya sudah terbantahkan oleh keterangan saksi Gunawan. Dalam keterangan tertulisnya, Gunawan mengakui kehadirannya dalam kegiatan tersebut dan menyebut bahwa peristiwa itu terjadi pada 24 Maret, bukan 2 Desember sebagaimana disampaikan saksi lainnya dari pihak terkait.
“Oleh karena itu kami meyakini bahwa Pilkada ini tentang terjadinya pelanggaran itu berulang dengan model yang sama, dengan melibatkan kekuasaan yang sama, untuk memenangkan anaknya Bupati Bonifasius. Ini terbukti dari pembuktian tadi,” ujar Heru.
Pewarta : M Adi Fajri
Editor : Nicha R